MINNI YANG MALANG
Cast : Minni,
Uno, Unsu, Jeje & Ucun
Author:
Fitria SiwonELFCassiopeiaSiwonestChangminizerSparkyu
Anyeonghaseo!!!!*bungkuk
900 ala orang Korea* apa kabar semua??? Ketemu lagi sama saya yang
kece, cantik, pintar, imut diseluruh jagat raya, dibelahan dunia dan akhirat
hehehe… kali ini saya
nulis Cerpen yang dibuat dengan hati yang tulus, setulus cinta Saya kepada
Reader’s :D dengan judul ‘MINNI YANG
MALANG’. Cerpen ini dibuat pada saat saya latihan untuk lomba FL2SN di Jatisari
(walaupun kagak menang) dari pada nunggu lama-lama lebih baik langsung aja
dibaca cerpenya Ayooo serbuuuu!!!!!
_____________________________
Aku adalah Minni. Salah satu dari
sahabat Uno, Unsu, Jeje dan Ucun. Kami sahabat yang sangat dekat. Kami
bersahabat sudah 3 tahun lamanya. Suatu ketika persahabatan kami pecah karena sesuatu
yang tak bisa aku ceritakan. Kami terpisah menjadi dua bagian, aku dan Uno bersama
dan tinggal di Apartemen yang dulu pernah ditempati kami berlima. Sementara Unsu,
Jeje dan Ucun mereka entah kemana tanpa meninggalkan pesan. Memang sejak SMA
aku sudah hidup mandiri bersama Ucok ma’lum kami semua laki-laki jadi ingin hidup
menyendiri jauh dari Orang tua.
Saat aku sedang berjalan di taman
dekat Apartemen untuk menghirup udara segar, ku melihat Uno sedang duduk
termenung. Saat aku ingin berjalan kearah Uno, Uno berdiri dari duduknya dan
memangil seseorang “No!!”, sontak Aku menoleh kearah apa yang dilihat LiUnoan,
ternyata itu Unsu yang sedang berjalan santai, menikmati indahnya Susana di
sore hari.
“Unsu.! Unsu!!”,
kata Uno yang berlari dan mengejar Unsu.
“…”, tak ada
respon dari Unsu.
“Unsu,
tunggu!”, kata Uno sambil memegang
pundak Unsu.
“Huuhh..huuhh..”,
deru nafas Uno yang tersengal-sengal setelah mengejar Unsu.
“Unsu..!!”,
kata Uno seraya tersenyum.
Namun Unsu hanya diam 1000 bahasa. Tak berapa lama tangan Unsu
naik ke pundakknya, yang terdapat tangan Uno, lalu menghempaskannya dengan
kasar. Lalu berbalik menghadap Uno, tapi ekspresinya datar, seperti tak
mengharapkan kedatangan Uno. Seketika Aku terpaku melihat kejadian itu dan
mengurungkan niatku untuk menemui Uno.
“Unsu,
dimana Jeje dan Ucun??”, kata Uno masih dengan tersenyum.
Tapi lagi-lagi Aku melihat Unsu hanya diam tak menjawab
pertanyaan Uno. Malah Unsu pergi meniggalkan Uno yang masih terpaku tanpa
sepatah katapun. “Unsu..Unsuuu..Unsuu.!!!”, Unsu terus melenggang pergi tanpa
memerdulikan Uno. Aku masih terpaku melihat sahabat-sahabatku seperti itu. Aku
pun pergi untuk menenangkan taman yang membuat hatiku galau. Aku pulan ke
apartemenku untuk mendinginkan hatiku. Tanpa sepengetahuanku Uno juga pergi
meninggalkan taman itu.
Sesampainya
di Apartemen akupun masuk, tiba-tiba perutku terasa nyeri.
‘Kruyuk..kruyuk’, Aku memegangi perutku yang
sakit
“Aww..”, kataku
meringis kesakitan.
“Ahhhkk…”,
lagi-lagi aku meggerang kesakitan. Tubuhku gemetar dan dibanjiri kringat dingin.
Aku memasuki kamar walau dengan
tubuh yang tidak baik, Akupun tak lupa mengunci pintu kamar. Aku lupa apakah
aku sudah menutup pintu apartemen? Entahlah yang aku fikirkan hanyalah sakit
yang melanda perutku. Aku merebahkan
tubuhku diatas ranjang berukuran king size dan empuk. Tak lama terdengar
bunyi seseorang yang mengetik pasword lalu ‘Ting’ seseorang yang kuyakini Uno
itu berhasil masuk. Aku
mengambil segelas air putih yang ada disamping nakas tempat tidurku. Mungkin
dengan meneguk air, tubuhku akan sedikit membaik. Namun tubuhku berkata lain,
tanganku masih bergetar hebat, tubuhku menegang, kepalaku pusing sehingga gelas
yang aku pegang terjatuh kelantai. Kemudian ada suara yang menggedor-gedor
pintu kamarku, namun aku tak meresponnya karena sibuk dengan tubuhku yang
sakit.
Aku tak seharusnya mengunci pintu
kamar, karena dengan begitu tak ada yang bisa menolongku. Aku merutuki
kebodohanku sendiri.
“Min..Minni..!!”,
terdengar nada panik dari suara Uno. Namun lagi-lagi aku tak bisa berbuat apa-apa.
“Min..Minni
buka pintunya!!”, Uno kembali menggedor-gedor.
Mungkin karena tak ada respon dariku, Uno mendobrak pintu
kamar dan muncullah sosok tinggi tegap lalu menghampiriku yang sedang meringis
memegangi perut untuk menahan rasa sakit.
Sakit yang melanda perutku semakin menjadi-jadi. Uno yang
melihat itu lalu menggenggam tanganku, layaknya seorang kakak yang khawatir
kepada adiknya.
“Min, kamu
kenap??”. Kata Uno yang hawatir.
“Unn,
saaakiiitt…!”, kataku terbata-bata.
“Dimana yang
sakit Min?”
“aaarrgghh…..sakiiittt!!”,
triakku.
“Dimana
minn?? Dimana yang sakit??”
“Unn,
tooloong kaaabuuulkaan perrmiinttaan teeerakkhirku!”, kataku memohon sambil
memegang tangn Uno.
“Tolong
jangan seperti ini Minn”, kata Lian sambil meggelengkan kepalanya.
“Tapii
tooloong kaaabuuulkaan Unn..”, kataku dengan nafas yang tersengal-sengal.
“Tooolooong
caaariikaan Unsuu, Jeeejee dan Ucuun”, lanjutku.
“Baik kalo
itu maumu Min. Aku akan mencari Unsu, Jeje dan Ucun, tolong tunggu sebentar!”,
Aku menganggukan kepala. Setelah itu sosok tinggi tegap yang
menuruti permintaanku pergi dan menghilang dari balik pintu.
Setelah 15 menit menungu dengan
keadaan yang tidak bisa aku ungkapkan dengan kata-kata akhirnya Uno kembali lalu duduk disamping tempat tidurku.
Aku bertanya-tanya dimana Unsu dan yang lainnya. Tak lama muncullah sosok yang aku
tunggu-tunggu. Diawali Ucun kemudian Jeje dan yang terakhir tentu saja Unsu.
Tersirat rasa khawatir dari wajah mereka. Aku tersenyum melihatnya. Lalu mereka
duduk diantara diriku yang terbaring lemah.
“Minni kamu
kenapa??”, terbesit nada khawatir dari suara Ucun.
“Minni, kamu
jangan sakit! Jeje akan masakin apa aja yang Minni mau. Asalkan Minni jangan
sakit”, memang diantara kami berlima Jeje lah yang pintar memasak.
“Iya, jangan
sperti ini Minn. Nanti aku belikan cemilan yang kamu suka”, kata Unsu. Aku
melihat Unsu sudah tidak marah lagi dan malah menghawatirkannku.
Akupun tersenyum mendengar kekhawatiran mereka terhadapku,
aku menarik nafas panjang lalu berbicara seperti ini. “Tolong jangan seperti
ini, Persahabatan kita jangan sampai terpecah seperti guci pecah yang tak bisa
di bentuk lagi. Kasihan Uno, hamper setiap pagi Uno selalu memasak untukku dan
dirinya sendiri. Walaupun masakannya tak selezat masakan yang dibuat Jeje. Tapi
lihatlah tangganya terkena pisau saat memotong bawang”, Kataku sambil tertawa
garing dan dengan nada yang memelas.
“Ya,
persahabatan kita tidak akan pecah. Asaalkan kamu bisa bertahan”, kata Uno
sambil melihat kearah Unsu, Jeje dan Ucun. Merekapun mengagguk setuju.
Aku
kembali tersenyum mendengarnya, lalu Jeje berbicara kepada Uno. “Kita
bawa Minni ke rumah sakit “, takperlu menunggu lama aku di
papah Unsu dan Ucun, sementara Jeje membereskan barang-barangku yang
akan
dibawa ke rumah sakit. Uno menyambar kunci mobil Audy hitamnya lalu Uno
berlari
membukakan pintu kamar dan kembali lari menuju parkiran mobil yang ada
di bawah
apartemen. Setelah itu aku masuk kedalam lift untuk turun aku tak
henti-hentinya menggerang kesakitan setelah menuggu beberapa lama
akhirnya
liftpun terbuka dan bertenggerlah mobil audy hitam milik Uno yang sudah
terbuka
mempersilahkanku masuk.
Didalam Mobil Unsu dan Jeje
mengapitku, Unsu menggenggam tanganku dan Jeje tak henti-hentinya menagis. Uno
sibuk menyetir mobil dengan kecepatan tinggi, untungnya jalan yang dilalui
mobil kami sepi, jadi Uno lebih leluasa mengendara mobilnya. Ucun mengajakku
berbicara agar aku tidak pingsan. Dalam hati aku tersenyum melihat
sahabat-sahabatku masih memperdulikanku. Akupun memandangi mereka satu persatu,
setelah puas memandangi mereka. Awalnya aku ingin mengucapkan kata-kata
terakhir namun sebelum aku mengucapkanya namun semuanya berubah menjadi gelap.
--
--
Sesampainya dirumah sakit aku sudh
tak sadarkan diri, kepalaku bersandar di bahu Jeje yang notabennya lebih pendek
dariku dan tangannku masih megepal tangan Unsu namun sekarang sudah melongar.
Mereka shock melihatku yang tak sadarkan dan menggoncang-goncangkan tubuhku. Mereka
memanggil suster lalu membopongku dan meletakan tubuhku diatas di matras tipis
tempat membawa orang yang sedang sakit.
--
--
--
--
--
Haduuuhh…
perutku kenyang sekali (sambil memakan cemilan)
”Makasihya Jeje
dan Unsu kau sudah menepati janjimu”, kataku dengan mulut yang dipenuhi
makanan. Perutku kali ini memang benar-benar kenyang setelah mendapat makanan
dari Jeje dan Unsu.
“Aku kira
kamu terkena penyakit parah!”, kata Uno dengan wajah cemberut.
“Iya nih!,
aku kira Minni kena kangker perut”, kata Jeje yang diikuti anggukan dari Unsu
dan Ucun.
Aku hanya
nyengir kuda dan dilanjutkan dengan tawa geli mendengar itu, memang awalnya aku
juga mengira aku terkena kangker perut, tapi untungnya hanya maaghku yang
kambuh. Tapi dari semua ini aku mengambil kesimpulan bahwa guci yang pecah juga
bisa dirangkai kembali dengancara mengelemnya dengan lemperekat, asalkan bagian
yang pecah itu tak hilang. Sama seperti persahabatan bisa dirangkai kembali
malau sudah berantakan asalkan saling terbuka dan tak menutupi kebohongan.
Berkat
maaghku yang kambu persahabatanku, tidak maksudku Aku, Uno, Unsu, Jeje dan Ucun
bisa bersatu seperti dulu lagi..
TRIMA
KASIH MAAGH…!!!!
_-_THEEND_-_
P.S : huweeaah perjuangan akhirnya kelar. Bagaimana?
Anehkan? Maksakan?kepanjangankah? Iya tahu. Maaf kalau cerpen ini mengecewakan!
T.T . dan buat yang nunggu cerpen My Love, My Heart ma’af ya :D. sekali lagi
terimakasih. MOHON SARAN DAN KRITIKNYA! SAMPAI JUMPA LAGI!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar